86 tahun sudah bangsa ini lahir atas perjuangan para
beberapa pemuda yang menggagas sumpah pemuda yang di deklarasikan pada tanggal
28 Oktober 1928, tentu saja lahirnya sumpah pemuda ini sebelum kemerdekaan RI
yang di proklamirkan Bung Karno pada tanggal 17 Agustus 1945. Bukti otentik
pemuda Indonesia kala itu berperang melawan sistem penjajahan kolonial Belanda
yang memetakan nusantara dan dijadikan sebagai negara Hindia Belanda. Rasa
nasionalsme pemuda Indonesia telah dibuktikan pada momentum kongres sumpah
pemuda yang dimana dihadiri oleh perwakilan beberapa daerah di negri ini,
diantaranya, Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen
Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Rukun, PPPI (Perhimpunan Pelajar Pelajar
Indonesia), Pemuda Kaum Betawi, dll. Selain itu juga dihadiri beberapa pemuda
Thionghoa sebagai pengamat.
Lantas, apa itu Jong Ambon dan siapa sajakah pemuda Maluku
yang disebutkan diatas?
Jong Ambon adalah salah satu organisasi kepemudaan Ambon pada masa pergerakan nasional sebelum Sumpah Pemuda. Salah satu tujuannya adalah menggalang persatuan dan mempererat tali persaudaraan di kalangan pemuda – pemuda yang berasal dari daerah Ambon (Maluku). Organisasi ini berdiri bersama beberapa organisasi daerah lain untuk mewujudkan impian rakyat akan adanya kemerdekaan bangsa, meskipun Indonesia saat itu belum terbentuk dan dinamai nusantara akan tetapi semangat juang para pemuda tetap mengalir guna mengusir penjajahan dari sekutu Belanda.
Jong Ambon adalah salah satu organisasi kepemudaan Ambon pada masa pergerakan nasional sebelum Sumpah Pemuda. Salah satu tujuannya adalah menggalang persatuan dan mempererat tali persaudaraan di kalangan pemuda – pemuda yang berasal dari daerah Ambon (Maluku). Organisasi ini berdiri bersama beberapa organisasi daerah lain untuk mewujudkan impian rakyat akan adanya kemerdekaan bangsa, meskipun Indonesia saat itu belum terbentuk dan dinamai nusantara akan tetapi semangat juang para pemuda tetap mengalir guna mengusir penjajahan dari sekutu Belanda.
Dr. Johanes Leimena merupakan salah satu pemuda Ambon yang
juga turut berikrar mengucapkan sumpah pemuda pada kongres kedua di Jakarta
pada tanggal 28 Oktober 1928 silam. Pemuda kelahiran Ambon, 06 maret 1905 ini
menjadi salah satu perwakilan anak muda Maluku kala itu dalam memperjuangkan
kemerdekaan bangsa diatas penindasan penjajah. Selain itu, jiwa nasionalismenya
juga turut ia sumbangkan pada negri ini dengan menjadi menteri kabinet Indonesia
selama 21 tahun berturut – turut diantaranya pada Kabinet Sjahrir II (1946) dan
Kabinet Dwikora II (1966) sebagai Menteri Kesehatan, Wakil Perdana Menteri, dan
Wakil Menteri Pertama maupun Menteri Sosial. Selain itu, Leimena juga menduduki
jabatan sebagai Laksamana Madya (Tituler) di TNI-AL ketika menjadi anggota KOTI
(Komando Operasi Tertinggi) dalam rangka Trikora.
Karena atas jasa dan baktinya pada negri ini, Leimena yang
wafat pada tanggal 29 maret 1977 di jakarta ini di nobatkan sebagai salah satu
pahlawan dari Maluku melalui Keputusan Presiden No 52 TK/2010 pada tahun 2010
dengan diberikan gelar sebagai Pahlawan Indonesia.
Kawula
Muda yang Terlupakan
Beberapa hari yang lalu Presiden RI Joko Widodo beserta
wakilnya Jusuf Kalla dengan resmi mengumumkan Kabinet Kerja yang berjumlah 34
menteri. Jumlah yang begitu banyak dengan kualitas yang begitu dipercaya dapat
membawa bangsa ini menjadi lebih baik, meskipun terdapat banyak komentar dari
berbagai kalangan tetap saja kementrian RI dalam periode ini bertekad memajukan
bangsa.
Namun ada beberapa hal yang menjadi wacana belakangan ini,
khususnya pada wilayah Timur Indonesia dan lebih tepatnya lagi di Maluku.
Timbul rasa kekesalan dan merasa tidak adanya sebuah keadilan pada penyusunan
Kabinet Kerja membuat masyarakat di Maluku merasa terpinggirkan pada wilayah
kedudukan kementrian RI.
Gubernur Maluku, Said Assagaf telah menyeleksi 22 orang
putra Maluku untuk maju mencalonkan diri menjadi Menteri, namun tdak satupun
yang diterima. Berangkat dari banyaknya jumlah yang diseleksi inilah yang
kemudian muncul rasa ketidakadilan bagi seluruh rakyat Indonesia di wilayah
Maluku.
Apakah
Karena Alasan SDM Kita Kurang?
Rasa penyesalan itu muncul dikala terdapat banyak
perbincangan melalui media sosial yang dibuat sendiri oleh akun masing – masing
pengguna, beberapa dari pengguna medsos membuat status yang menyindir kebijakan
dan keputusan yang telah disahkan Jokowi-JK dengan rasionalisasi antara lain;
Jokowi akan melakukan Referendum apabila putra Maluku tidak dipilih dalam
kabinetnya, Maluku Freedom, Maluku Merdeka dan lain – lain.
Apakah karena tingkat SDM rakyat Maluku yang dibawah
kapasitas jumlahnya sehingga tidak memungkinkan untuk menjadikan salah satu
putranya menjadi menteri? Pertanyaan ini juga menjadi wacana publik selama
keputusan itu di umumkan. Namun bagi saya pribadi, pertanyaan tersebut tidak
mencerminkan jiwa nasionalisme yang tercantum pada sila ke-lima yakni; Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Putra Maluku telah mencetak jutaan lembar sejarah pada
perjuangan bangsa ini, berawal dari Kapitan Pattimura yang melawan pasukan
kolonial Hindia Belanda pada tahun 1816 dengan berakhirnya pemerintah Inggris
di Indonesia sejak tahun 1811-1816. Organisasi Jong Ambon yang di ketuai oleh
Dr. Johanes Leimena saat itu, turut mengambil andil dalam pembacaan Sumpah
Pemuda pada Kongres ke-2 tanggal 28 Oktober 1928 dengan tujuan untuk
membebaskan rakyat Indonesia dari Hindia Belanda dan masih banyak lagi putra
kebangaan Indonesia dari Maluku yang tercatat memiliki peran penting untuk
bangsa ini.
Selain itu, Alm. Gayatri Wailissa yang wafat beberapa hari
lalu pun mencetak nama baik bangsa ini di kanca internasional sebagai Duta
Asean mewakili Indonesia. Putri kebanggan bangsa yang menguasai 14 bahasa asing
ini telah membuktikan pada dunia bahwa Indonesia juga memiliki orang – orang
yang hebat.
Namun semua ini bagi pemerintah hanyalah sebatas kebanggan
semata yang kemudian tidak dipertimbangkan putra dan putri Maluku yang
diikutsertakan untuk berjuang dalam membangun bangsa. Ingat satu hal, MALUKU
JUGA INDONESIA!!!







0 komentar:
Posting Komentar