Jong Ambon Penggagas Sumpah Pemuda dan Penerus yang Terlupakan

86 tahun sudah bangsa ini lahir atas perjuangan para beberapa pemuda yang menggagas sumpah pemuda yang di deklarasikan pada tanggal 28 Oktober 1928.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 19 Mei 2019

Buang Jauh-jauh People Power, Saatnya Perkuat NKRI!

People power. Sebuah gerakan massa yang diduga berpotensi inkonstitusional, masih bagaikan misteri. Salah satu kekhawatiran dari gerakan ini adalah adanya upaya menggulingkan pemerintahan yang sah. Tentu publik tak ingin hal itu terjadi.

Kurang lebih satu minggu ke depan menjelang aksi massa yang katanya people power. 22 Mei 2019. Juga bertepatan dengan hari akhir penghitungan suara oleh KPU.

Masyarakat ikut diresahkan dengan adanya gerakan ini. Misalnya saja potensi adanya makar.

Kok makar? Apa alasannya dibilang makar? Bukankah kebebasan berpendapat di muka umum telah dijamin oleh Undang-Undang?

People power ada dugaan makar karena menurut hemat penulis, beberapa aksi demonstrasi sebelumnya, yang menyoal penghitungan suara Pilpres oleh KPU, satu per satu berujung melanggar hukum pidana.

Kabar terakhir, seorang pria berusia 25 tahun diancam penjara seumur hidup karena atas ucapannya ingin memenggal kepala Presiden RI Joko Widodo.

Aksi-aksi sebelumnya, mungkin diklaim tidak ada hubungannya dengan people power nanti. Tapi, ketika ditarik benang merahnya, semua aksi massa itu berujung protes klaim kemenangan Pilpres dan kecurangan yang katanya dilakukan oleh KPU. Ini perbuatan makar. Hukum harus tetap berjalan.

Tapi terlepas dari gerakan aksi, baik people power maupun gerakan-gerakan lainnya. Pertanyaannya, apakah people power layak ditakuti pemerintah dan masyarakat?

Nyatanya bisa dibilang tidak. Jangan takut. People power itu layaknya aksi demonstrasi yang sudah biasa terjadi Indonesia. Bahkan, seperti gerakan mahasiswa yang acapkali terjadi setiap harinya.

Sisi lain dari ancaman makar yang tidak perlu ditakuti. Ketika masyarakat sudah menyaksikan langsung dinamika politik internal di kubu Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi.

Sebab, beberapa partai koalisi atau partai pengusung di BPN. Satu per satu telah menyadari situasi politik nasional setelah munculnya isu people power. Sebut saja, partai Demokrat dan PAN.

Mereka lebih mengutamakan situasi NKRI yang aman dan damai dibanding kepentingan politik dan demi kekuasaan semata.

Lantas, apa yang perlu kita takuti dengan munculnya isu people power? Jika nantinya gerakan yang condong pada perbuatan makar ini terjadi. Tentu harus kita cegah bersama.

Semua elemen masyarakat mesti sadar bahwa memperkuat NKRI adalah tugas bersama.

Senin, 13 Mei 2019

Kritis Boleh, Hujatan Memang Perlu Sanksi

Mencaci maki, menghujat, memfitnah, membohongi publik, itu berbeda dengan mengkritik. Bersikap kritis tak sama dengan berkata kasar.

Jelas kan? Perbedaan kedua diksi itu juga punya dampak. Dampaknya positif  dan negatif.

Mencaci, menghujat, fitnah, hasilnya adalah lunturnya tata krama. Pudarnya etika. Pupusnya kesantunan. Tak ada lagi toleransi. Negara jadi rusak.

Nah kalau mengkritisi, itu mengingatkan. Memberikan saran. Menyampaikan yang masih belum baik. Dengan narasi elegan dan ilmiah. Tujuannya supaya jadi lebih baik.

Di situlah pemerintah Indonesia ingin memperjelas batasannya dengan berbagai kebijakan, seperti lahirnya tim pengkaji ucapan, asistensi hukum atau testimoni menutup media/medsos.

Supaya negara Indonesia tetap bersatu. Masyarakatnya harmonis. Tetap setia melaksanakan budaya Pancasila. Menghormati sesama sebagai warisan leluhur.

Bukan ingin otoriter. Membungkam demokrasi. Memperkarakan yang antipemerintah. Tidak begitu.

Bayangkan saja; kalau semua orang seenaknya mencaci maki Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota, sampai Lurah. Memfitnah tanpa data dan bukti. Menghujat pribadi orang lain sesuka hatinya. Apa Indonesia bakal bertahan?

Apa jadinya masa depan Indonesia kalau informasi dari media/medsos hanya kebohongan? Beritanya hoaks dan tanpa beban menulis hujatan yang tidak sesuai standar jurnalisme.

Indonesia dapat terjadi perang saudara. Semua orang saling balas fitnah. Tidak ada lagi ketentraman serta kerukunan sebab masyarakat sibuk membuat narasi caci maki.

Ujungnya: pertahanan Indonesia lemah. Pertahanan Indonesia remuk. Pertahanan Indonesia mudah ditembus bangsa lainnya. Mengerikan!

So, tidak usah khawatir soal munculnya tim pengkaji ucapan, terbentuknya asistensi hukum atau ultimatum menutup media/akun medsos. Pahami dulu maksud di balik itu semua.

Rasanya: demokrasi Indonesia sekarag telah amat baik. Kritis dan menyampaikan pendapat bebas. Asal sesuai fakta dan dipertanggungjawabkan.

Belum pernah ada sejak reformasi pembungkaman terhadap sikap kritis. Mengkritisi untuk menambal yang masih kurang justru ditunggu dari semua kalangan masyarakat. Paham kan?

Jumat, 10 Mei 2019

Singkirkan Pola Pikir Aneh-aneh, Fokuslah Untuk NKRI

Berkembangnya teknologi komunikasi begitu cepat merubah pola pikir manusia. Karena industri teknologi tidak hanya memudahkan manusia dalam berkomunikasi, lebih dari itu ada bahaya dan ancamannya.

Kenapa bisa? Ya, karena dengan teknologi apa saja bisa didapatkan. Mudah saja. Itulah era digital yang berkembang sangat cepat di masyarakat kita dewasa ini.

Tapi bagaimana jika kemudahan akses berkomunikasi itu berdampak pada hal-hal negatif? Termasuk ancaman terhadap suatu negara yang populasi penduduknya banyak, serta hidup dalam perbedaan keyakinan?

Pertanyaan-pertanyaan itu mirip dengan kondisi Indonesia saat ini. Indonesia adalah negara dengan penduduk terbanyak ke-4 di dunia. Indonesia juga merupakan negara pluralis, dimana perbedaan keyakinan disatukan dalam ideologi Pancasila.

Pemerintah sebenarnya sudah mengingatkan, bahwa ancaman yang sangat nyata dan paling berbahaya saat ini adalah perang pola pikir atau mindset.

Masa depan bangsa ini juga bergantung dan ditentukan pada pola pikir. Pemikiran-pemikiran yang mementingkan masa depan bangsa sangat diharapkan, dari pada muncul pemikiran egosentris yang hanya ingin mendapatkan kekuasaan.

Ancaman lain dari perang pemikiran yang tengah terjadi saat ini adalah munculnya isu ideologi khilafah. Jangan main-main, perang mindset khilafah telah menjadi perdebatan panas di media sosial.

Khilafah tidak saja mengancam ideologi Pancasila. Karena ancaman mindset ini bersifat massif dan terstruktur. Sebagai warga negara yang cinta Pancasila, kita jangan mudah terprovokasi dengan isu khilafah. Rakyat harus menjadi benteng pelindung Pancasila.